Kamis, 30 Juni 2011

Calon Mahasiswa Unand hasil Seleksi SNMPTN 2011

Download Disini

Rabu, 29 Juni 2011

Workshop I-MHERE Unand sistem Akuntansi dan Manajemen Keuangan

Dalam rangka meningkatkan kapasitas operator dan staf akuntansi dan manajemen keuangan Universitas Andalas, pada tanggal 27-28 Juni 2011 I-Mhere B.sa Batch III mengadakan Workshop bertempat di Gedung F Universitas Andalas, dengan pembicara Dra. Siti Noordayat MR, Akt dan Abdul Hakim, SE,Akt dari Alumni BPKP., serta Presentasi Software IT tentang sistem Akuntansi dan Manajemen Keuangan oleh Ardian,S.Kom dari ICT Unand.


KTU Pasca

Minggu, 19 Juni 2011

Dies Natalis keIII Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas

Peringatan Dies Natalis ke III Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Andalas akan di adakan

kegiatan :
1. Seminar Nasional, pada :
- Hari / Tanggal : Selasa / 14 Juni 2011
- Pukul : 08.00 WIB – selesai
- Tempat : Pangeran Beach Hotel Padang
- Tema : “Air, Gizi Seimbang serta Pelayanan untuk Mencapai Tumbuh Kembang dan Kesehatan Anak Usia Dini yang Optimal”
2. Pengabdian Kepada Masyarakat, pada :
- Hari / Tanggal : Rabu / 15 Juni 2011
- Pukul : 08.00 WIB – selesai
- Tempat : Lokasi Perencanaan Gedung Baru Fateta Unand
- Acara :
1. Senam kesehatan jantung bersama
2. Jalan santai
3. Penanaman Pohon oleh seluruh civitas akademika secara bersama

Sabtu, 18 Juni 2011

Membangun Kejujuran dan Kesantunan


Oleh: Ki Supriyoko
Penulis adalah Wakil Presiden Pan-Pacific Association of Private Education (PAPE) yang bermarkas di Tokyo, Jepang.

Bahwa kinerja pendidikan nasional kita sampai sekarang ini masih jauh dari memadai kiranya tidak perlu diperdebatkan. Kita menyadari rendahnya prestasi akademis siswa dan mahasiswa kita pada umumnya; baik kalau diukur secara internal maupun eksternal.

Secara internal prestasi siswa kita relatif rendah bila dilihat dari capaian nilai ujian sekolah, prestasi UASBN, kelulusan Ujian Nasional (UN), dan sebagainya. Secara eksternal, prestasi siswa kita pun menyedihkan; misalnya, prestasi fisika dan matematika dalam Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS), kemampuan membaca dalam Progress in International Reading and Literacy Study (PIRLS), prestasi keterampilan dalam The Programme for International Student Assessment (PISA), dan sebagainya.

Kalau rendahnya berbagai prestasi tersebut menunjukkan rendahnya kemampuan otak kiri siswa Indonesia pada umumnya; apakah itu berarti otak kanan siswa kita bisa dibanggakan? Pertanyaan ini sulit dijawab karena masalah kejujuran dan kesantunan siswa kita juga mulai menipis. Kita lihat saja hasil penelitian Puspendik Kemendiknas yang menunjukkan rendahnya kejujuran dalam pelaksanaan UN di sekolah dan madrasah.

Menghilang
Kalau kita mau jujur, masalah kejujuran dan kesantunan yang kelihatannya sederhana seperti itulah yang sekarang ini mulai menghilang dari khasanah pendidikan nasional kita.
Apakah kemajuan teknologi yang sangat pesat dan merambah lembaga pendidikan akhir-akhir ini secara otomatis akan mengikis kejujuran dan ke-santunan siswa kita? Tidak! Buktinya masyarakat Jepang bisa mensinergi-kan teknologi, kejujuran dan kesantunan menjadi potensi yang dahsyat.
Secara historis kejujuran dan kesantunan sangat ditekankan oleh Kaisar Matsuhito atau yang lebih dikenal dengan sebutan Meiji Tenno. Meski pada tahun 1868 ketika diangkat sebagai kaisar masih berusia belasan tahun, Sang Kaisar sudah bertekad merebut teknologi Barat dan mengkombinasi-kan dengan kejujuran dan kesantunan yang dimiliki Jepang.

Di Jepang, kejujuran dan kesantunan itu merupakan buah pendidikan sehingga berimplikasi riil dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Bangsa Jepang dikenal sangat jujur. Bila seseorang melakukan ketidakjujuran maka taruhannya adalah bunuh diri.
Bagaimana dengan kesantunan? Kalau di kereta api ada orang tua yang berdiri maka orang yang lebih muda akan memberikan tempat duduknya; kalau dalam lift ada beberapa orang maka yang memencet tombol adalah orang yang lebih muda, sementara kalau mau keluar lift maka orang yang tua dipersilakan melangkah terlebih dahulu; dan sebagainya. Ini merupakan implikasi sikap kesantunan dalam kehidupan sehari-hari.

Kejujuran dan kesantunan seperti itulah yang sekarang hilang atau seti-daknya makin menipis dalam pendidikan nasional kita. Kalau diamati, para koruptor di negeri ini umumnya kaum terpelajar yang nota bene lulusan sekolah atau perguruan tinggi kita. Hal itu mencerminkan sekolah dan perguruan tinggi kita tidak mampu membekali sikap dan perilaku jujur bagi para lulusannya.
Bagaimana dengan kesantunan? Di kota-kota besar sekarang banyak siswa yang tidak kenal dengan gurunya; dan atas ketidak-kenalannya itu rasa kesantunannya menjadi memudar. Jangankan mau menekankan tombol lift atau membukakan pintu, berpapasan di jalan pun sang siswa terkadang bersikap acuh tak acuh dan enggan bertegur sapa.

Sekarang banyak siswa kita bangga kalau mampu menembus Sekolah Berstandar Internasional (SBI); orang tua beserta keluarganya pun sangat memberi dorongan dan dukungan agar putra-putrinya berhasil meraih kursi di SBI. Hal itu sangat mudah dimaklumi oleh karena SBI memang sedang ngetrend meskipun untuk dapat memasukinya haruslah mengeluarkan dana yang tidak sedikit.
Di tingkat perguruan tinggi, para mahasiswa sangat bangga kalau lem-baganya diakui oleh masyarakat dunia sebagai universitas berkelas dunia atau World Class University (WTU). Apalagi, perguruan tinggi di Indonesia yang mampu meraih predikat WTU relatif sangat sedikit jumlahnya; kalau PTN seperti UI Jakarta, ITB Bandung dan UGM Yogyakarta, sementara itu kalau PTS juga ada meskipun di peringkat yang rendah.

Membanggakan SBI (yang benar-benar SBI) dan WTU (yang benar-benar WTU) tentunya sah dan tidak salah. Masalahnya, pengembangan SBI dan WTU di Indonesia kurang memperhatikan kejujuran dan kesantunan. Jangan heran kalau banyak siswa SBI dan mahasiswa WTU yang sikapnya egois, kurang perhatian,tidak toleran, merasa pintar sendiri, mengabaikan keunggulan orang lain, dan sikap-sikap destruktif yang lainnya.

Menyeimbangkan kecerdasan dan keterampilan dengan kejujuran dan kesantunan mutlak diperlukan untuk mengembangkan pendidikan nasional Indonesia sekarang ini. (dikutip dari harian Haluan Riau Pos)


Rabu, 15 Juni 2011

Lustrum Fakultas Hukum Unand ke XII ( Ke 60)

Lecture Series Dalam Rangka 60 Tahun

Fakultas Hukum Unand

QUO Vadis Pemilukada

oleh Gamawan Fauzi(Mendagri)
Padang, 15 Juni 2011


Adalah sangat sulit untuk menemukan formula yang tepat dalam pemilihan kepala daerah dalam kondisi demokrasi yang masih muda seperti di Indonesia sekarang ini. Keberhasilan system demokrasi memerlukan adanya prasyarat kematangan masyarakat yang erat kaitannya dengan kondisi sosial ekonomi mereka. Dalam masyarakat yang kondisi sosial ekonomi yang masih relative rendah maka partisipatoris demokrasi melalui pilkada langsung sering menghasilkan kekecewaan karena terjadinya money politics, primordialisme, kecenderungan terciptanya dinasti kekuasaan, moral hazard, dan aspek-aspek negatip lainnya dalam kehidupan berdemokrasi.
Mengambil pengalaman berbagai Negara yang berdemokrasi kita bisa melihat India hampir memerlukan setengah abad untuk konsolidasi demokrasi. Banyak Negara dengan tingkat ekonomi tinggi yang sampai sekarang enggan untuk menerapkan demokrasi. Namun Indonesia dengan kegagalan Orde Baru mensejahterakan masyarakat melalui pendekatan sentralisasi selama tiga dekade menyebabkan dianutnya kebijakan demokrasi yang salah satu derivatnya adalah penerapan otonomi yang seluas-luasnya ke daerah. Kita memasuki phase "the point of no return" dan demokrasi sudah merupakan keniscayaan yang harus kita kawal bersama dalam menjalankan pemerintahan.
Adalah juga sangat naif kalau kita berandai-andai bisa menyempurnakan system pilkada dengan menafikan aspek lainnya khususnya terkait dengan system politik yang ada sekarang. Ketika suatu Negara memasuki era demokrasi, maka salah satu pilar utama adalam adanya kematangan dalam kehidupan berpolitik. Sistem politik sekarang telah menyebabkan penerapan system presidential yang tersandera dalam system parlementer yang bersifat multi-partai. Tidak adanya kohesivitas antara kepala daerah terpilih dengan DPRD telah menyebabkan kebijakan-kebijakan daerah akan tersandera oleh kepentingan elite. Setiap kebijakan yang dibuat kepala daerah berpotensi akan di sandera oleh DPRD yang pluralistic dari aspek kepartaian. Akhirnya akan muncul kompromi-kompromi politik yang sering menelantarkan kepentingan rakyat.(A- Unand)

Senin, 06 Juni 2011

Lemhannas: Ranah Minang Kokoh Hadapi Intimidasi NII

Gubernur Lemhannas Budi S Soepandji mengatakan Ranah Minang memiliki pilar yang kokoh dalam menghadapi intimidasi kelompok-kelompok radikal yang merongrong Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) seperti gerakan NII.

"Dengan menegakkan pilar adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, orang Minang tidak akan terpengaruh oleh NII," kata Soepandji.

Namun demikian, katanya, dalam menghadapi NII dan gerakan anti negara RI lainnya cukup dengan softpower, diskusi dan dialog harus dikedepankan. Sebab, katanya, Negara RI adalah negara demokrasi jadi tidak ada hal-hal yang harus ditutup-tutupi.

"Karena itu untuk mengaktualisasikan diri menghadapi pengaruh NII dan gerakan radikal lainnya, pola pikir dan pola sikap harus dimaksimalkan, agar generasi muda bangsa ini sensitif dengan kejadian yang muncul di lingkungannya," katanya.

Soepandji mengatakan, rombongan Studi Strategis Dalam Negeri (SSDN) Lemhannas tahun 2011 juga akan melakukan pertemuan di Kampus Unand dengan Perguruan Tinggi Negeri dan Perguruan Tinggi Swasta, tokoh masyarakat, OKP, Ormas se-Sumatera Barat, pada Selasa (7/6), dengan jajaran aparat Pemda Provinsi Sumbar, Polda Sumbar.

Rombongan Lemhannas juga berkunjung ke PT Semen Padang dan pertemuan dengan jajaran Pemko padang dan DPRD Kota Padang, Wali Kota Padang Fauzi Bahar yang juga peserta Pendidikan Lemhannas merasa bangga atas kunjungan tersebut.

“Mudah-mudahan makin dapat memperkuat diri dari berbagai bentuk gangguan, ancaman, seperti teroris, ajaran sesat, NII dan lainnya,” katanya.

Pada kesempatan itu, Gubernur Lemhannas menyerahkan bantuan bagi korban gempa Kota Padang tahun 2009 sebesar Rp80 juta dan 20 kodi kain sarung. Bantuan tersebut diterima Wali Kota Padang Fauzi Bahar di kediamannya di Jalan A Yani. (http://www.investor.co.id)