Sabtu, 30 April 2011

Innalillahi Wainnaillahi Rojiun

Telah berpulang kerahmatullah salah seorang Karyawan Universitas Andalas yaitu Sdr.Aswil Usman SH (Kepala Tata Usaha Fakultas Teknik Unand) pada hari Jum'at Malam tanggl 29 April 2011 dan dikebumikan pada hari Sabtu tanggal 30 April 2011 di pemakaman Unand Ulu Gadut.

Innalillahi Wainnaillahi Rojiun

Telah berpulang kerahmatullah dosen/Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Andalas Prof.Dr.Ir. Surya Anwar.MS pada hari Jum'at tanggal 29 April 2011 dan dikebumikan pada hari itu juga di pemakaman umum Tunggul Hitam Kota Padang. Prof.Dr.Ir. Surya Anwar.MS pernah menjadi pembantu Rektor III Unand selama 2 periode dan sebagai Dekan Fakultas Peternakan Unand juga selama II periode jabatan

Kamis, 28 April 2011

Wisuda II Unand Tahun 2011

Imformasi tentang wisuda II Universitas Andalas Tahun 2011 dilaksanakan pada tanggal 28 Mei 2011 bertempat di Auditorium Universitas Andalas dan dilanjutkan di Fakultas masing-masing.

Persyaratan kelengkapan Wisuda paling lambat sampai di Universitas dari Fakultas adalah tanggal 9 Mei 2011 jam 12.00 WIB

Lihat Disini

Selasa, 19 April 2011

Peran Mahkamah Konstitusi dalam menwujudkan Cita Negara Hukum Indonesia

60 tahun Fakultas Hukum Unand, Lecture Series oleh Prof.Dr.M.Mahfud.MD.SH Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia dengan judul: Peran Mahkamah Konstitusi dalam menwujudkan Cita Negara Hukum Indonesia Rabu 20 April 2011 di Convention Hall Unand

Selasa, 12 April 2011

Wakil Menteri Pendidikan Nasional Resmikan Gedung Pusat Bahasa Unand

Prof.dr.Fasli Djalal.PhD, pada tanggal 12 April 2011 meresmikan gedung pusat bahasa Universitas Andalas, gedung tersebut dibangun atas sumbangan para walikota dan Bupati sesumatera Barat dan Pemda Propinsi Sumatera Barat.

Jumat, 08 April 2011

Formulir Unand Award Untuk Dosen Tahun 2011

Formulir bisa Download Disini

Formulir Unand Award Untuk Karyawan Tahun 2011

Formulirnya Download Disini

Senin, 04 April 2011

AM Fatwa, Syafruddin sebagai Ketua PDRI, adalah presiden RI secara defacto dan dejure

Syafruddin, Presiden defacto dan dejure

Gamawan: Biar Bangsa Ini Menentukan

Padang Ekspres • Senin, 04/04/2011 13:13 WIB • (mon/frv) • 25 klik

Bukittinggi, Padek—Istana Bung Hatta, Bukittinggi, tempat diadakannya Seminar “Satu Abad Mr. Syafruddin Prawiranegara”, kemarin (3/5) penuh sesak. Ini setidaknya menandakan perjuangan rakyat Sumbar menuntut pengakuan terhadap Syafruddin Prawiranegara, sebagai pahlawan nasional, masih menggebu-gebu. Hanya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi menyatakan, soal pengakuan pada Syafruddin sebagai pahlawan nasional dan sebagai Presiden ke-2 RI, biar ditentukan oleh bangsa ini.

”Sejarawan dan tokoh-tokoh sudah banyak yang menulis ya (tentang Syafruddin Prawiranegara). Bahkan Pak Simulie (Alm. Kamardi Rais Dt P Simulie /wartawan dan Ketua LKAAM Sumbar), pernah mengakui dan menulis Mr.Mohammad Assad (Presiden Republik Indonesia Serikat) sebagai presiden. Sehingga SBY adalah presiden ke-8. Ini boleh kita rujuk. Boleh-boleh saja. Tapi terserah bangsa inilah menetapkannya,” kata Gamawan ketika diwawancarai wartawan usai membuka seminar.

Sebelumnya, Ketua Panitia Satu Abad Syafruddin Prawiranegara, AM Fatwa menyatakan tak ada alasan untuk tak menjadikan Syafruddin sebagai pahlawan nasional, dan diakui sebagai Presiden ke-2 RI.

Sebab, menurut AM Fatwa, Syafruddin sebagai Ketua PDRI, adalah presiden RI secara defacto dan dejure. Ia menyayangkan Keputusan Presiden (Kepres) No. 28 tahun 2006 tentang Hari Bela Negara (Pembentukan PDRI/19 Desember 1948), yang menyebutkan bahwa PDRI hanya untuk mengisi kekosongan dalam rangka bela negara. Ini menurut AM Fatwa, pemerintah memperlakukan PDRI hanya semata-mata bersifat administratif, sebagaimana jika presiden ke luar negeri.

”Padahal PDRI adalah suatu tindakan yang heroik. Kalau hanya seperti itu (administratif), Djuanda juga pernah menggantikan presiden. PDRI itu lahir untuk menyambung eksistensi NKRI, yang oleh kolonial Belanda dianggap telah lenyap, karena Ibukota Yokyakarta mereka kuasai, dan pemimpin bangsa ini mereka tawan,” tutur AM Fatwa. “Ada Keppres tentang HBN, semestinya ada pula Keppres (Pahlawan Nasional) untuk Syafruddin Prawiranegara,” tegas mantan Wakil Ketua MPR RI ini.

Putra Syafruddin, Farid Prawiranegara, di depan Mendagri mengharapkan ada pelurusan sejarah tentang PDRI, dan PRRI (Pemerintah Revolusioner Repuplik Indonesia). Farid menolak bapaknya, Syafruddin dinilai sebagai pengkhianat. Sebab, kata Farid, yang diperjuangkan oleh Syafruddin adalah ketidakadilan bagi daerah oleh pusat. Sekaligus sebagai bentuk koreksi. “Mengapa Yogyakarta yang jelas-jelas minta referendum dibiarkan saja. Tapi waktu PRRI, pusat langsung mengirim tentara,” sindir Farid.

Teladan Syafruddin

Gamawan Fauzi ketika menyampaikan sambutan berikutnya, tak menanggapi pernyataan AM Fatwa maupun Farid Prawiranegara. Mendagri lebih banyak bicara tentang teladan yang bisa dicontoh dari sosok Syafruddin. Dengan sedikit bercanda, Gamawan mengaku kesulitan memosisikan dirinya dalam seminar tersebut. “Saya sempat ragu-ragu menghadiri acara ini. Apakah Saya akan bisa objektif,” kata Gamawan.

Mantan Gubernur Sumbar, dan Bupati Solok, ini tak menyinggung tentang pahlawan nasional yang diperjuangkan untuk Syafruddin dalam sambutannya. Ini tentu saja terkait dengan posisinya sekarang sebagai Mendagri. Namun, ketika menjabat sebagai bupati, dan gubernur Sumbar, Gamawan termasuk salah satu motor pendukung, bersama tokoh Sumbar St Zaili Asril (Padang Ekspres), dan sejumlah sejarawan seperti Taufik Abdullah, Mestika Zed, dan Gusti Asnan. Setidaknya, atas kontribusinya, 19 Desember (1948) Pembentukan PDRI, telah ditetapkan sebagai Hari Bela Negara (HBN), melalui Keputusan Presiden (Kepres) No.28 Tahun 2006 tentang HBN.

”Pak Moerdiono (mantan Mensesneg), dan Pak Soesilo Soedarman (mantan Mengkopolhukam), tak pernah menyebut kata PDRI, padahal ia hadir pada acara seminar PDRI. Kita harus objektif pula,” kata Gamawan. Maksud Gamawan tentu saja, bahwa PDRI baru diakui pemerintah pusat, sejak masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Pada kesempatan itu, Gamawan lebih banyak menyampaikan sindiran-sindiran terhadap perilaku aparat pemerintah, dan sebagian warga yang dianggap menyimpang dari nilai-nilai kepahlawanan Syafruddin Prawiranegara. “Saya ingin mengutip dialog antara Pak Syafruddin dengan Teuku Mohammad Hasan (Komisariat Pemerintah Pusat untuk Sumatera) dari novel ‘Presiden Prawiranegara (Kisah 207 Hari Syafruddin Prawiranegara Memimpin Indonesia)’. Mereka berdua saling menolak mandat menjadi ketua PDRI. Pak Syaf menyatakan sebaiknya Pak Teuku yang jadi ketua, karena Teuku lebih tua. Tapi Teuku menolak, karena menurutnya Pak Syaf yang cocok, karena ‘orang’ kabinet. Akhirnya Pak Syaf menerima dengan berat hati,” tutur Gamawan.

Mendagri melanjutkan, bila itu terjadi sekarang, pasti semua orang akan berebut jadi ketua. “Bahkan mengeluarkan uang yang banyak pun kita mau,” kata Gamawan. Tentu, ia sedang menyindir perilaku banyak orang ketika berebut jabatan. Pilkada adalah contoh nyatanya. Setiap orang rela mengeluarkan banyak uang untuk menjadi kepala daerah. Sementara itu, yang ditolak Syafruddin dan Teuku adalah jabatan ketua PDRI, yang notabene adalah presiden.

Dalam perjuangannya Syafruddin dan Teuku bergerilya dari hutan ke hutan bersama pasukan, dan masyarakat. Jelas tak ada biaya waktu itu. “Kalau sekarang, kita tugas selalu ada uang jalannya. Padalah waktu itu, Pak Syaf tak pernah ada SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas),” ujar Gamawan. Syafruddin juga dikenal ikhlas. Ini dibuktikan dengan penyerahan kembali mandat kepada Soekarno-Hatta, 13 Juli 1949. Padahal, waktu itu pemerintah pusat belum mempersoalkan hal itu. “Kalau Saya, mungkin akan berpikir dulu menyerahkannya,” ujar Gamawan.

Hal lain yang bisa ditauladani masa perjuangan Syafruddin, kata Gamawan, adalah sikap masyarakat yang tak mempersoalkan asal Syafruddin. Syafruddin yang lahir 28 Februari 1991 berasal dari Jawa Barat, dan masih keturunan Sultan Banten, berjuang dan menyatu dengan rakyat di Sumbar. “Kalau sekarang, pasti kita bertanya, Bapak orang mana? Pariaman, ya di Pariaman saja. Bukittinggi ya di Bukittinggi saja,” ujar Gamawan. Yang disindir Gamawan, adalah perilaku primordial (kedaerahan) yang berlebihan, terutama dalam pilkada. Bahkan kadangkala tak jarang dapat mengganggu negara kesatuan (NKRI).

”Kalau ada yang menonjolkan kedaerahan, apalagi untuk berpisah dengan NKRI, sebaiknya jangan dilakukan. Karena itu sudah melawan arus sejarah,” tegas Gamawan. Terkait dengan inilah, lanjut Gamawan pentingnya seminar tersebut. “Banyak nilai-nilai Pak Syaf, yang mesti kita teladani. Terutama generasi muda. Ia bekerja dengan berani, ikhlas, jujur, dan sunggung-sungguh,” kata Gamawan.

Lebih jauh ia menyebutkan pemerintah benar-benar telah memperhatikan sejarah PDRI. Pada 19 Desember 2012 mendatang, Menhankam Purnomo Yusgiantoro telah berjanji akan memperingati Hari Bela Negara, secara besar-besaran di Sumbar. Ini sekaligus akan diikuti dengan pembangunan tugu, dan monumen serta tentang PDRI. Bukti-bukti sejarah yang rusak juga akan direhab. ”Kita akan bangun seperti monumen Yogya.”

Gubernur Sumbar Irwan Prayitno berjanji akan meneruskan perjuangan menjadikan Syafruddin sebagai pahlawan nasional, dan diakui sebagai Presiden ke-2 RI. Sebab, menurut Irwan, Syafruddin bukan plt (pelaksana tugas), tapi ia adalah presiden. “Kalau Saya hitung, beliau presiden pada usia yang sangat muda, yakni 37 tahun. Beliau tegas, kritis, dan idealis,” ujar Irwan. Ia juga berharap, kegiatan seminar tentang sejarah, seperti PDRI mesti ada transfer knowledge. “Saya melihat yang hadir lebih banyak yang tua. Semestinya yang banyak adalah generasi muda. Supaya ada transfer ke generasi muda,” harap Irwan.

Masuk Kurikulum

Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Djalal, menyebutkan sejarah PDRI telah masuk kurikulum. Saat ini Kemendiknas sedang menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Hanya, kata Fasli, banyak hal sebetulnya yang bisa dilakukan untuk terus menyosialisasikan PDRI. Ia mengusulkan, ada lomba karya tulis dan visualisasi (digital) tingkat guru, siswa, mahasiswa, dan umum. Fasli juga mengusulkan, di kantor pemerintah, kampus, sekolah, ada corner-corner yang menyediakan informasi tentang PDRI.

”Monumen dan tugu juga penting. Tapi lengkapi dengan informasi, tulisan dan visual. Ini akan membuat monumen hidup. Siapa yang akan datang ke Sumbar akan punya referensi tentang PDRI. Semua akan jadi rujukan,” ujar Fasli. Selain itu, kata Fasli, saksi-saksi sejarah atau narasumber, juga perlu diberi wawasan. Bila semua itu dilakukan dengan sungguh-sungguh, ia yakin Sumbar benar-benar akan dianggap sebagai salah satu pilar sejarah, selain Jakarta, dan Yogyakarta. “Kita akan dianggap sunggung-sungguh membangun karakter bangsa,” ujar Fasli.

Pada seminar tersebut, tampil sebagai pembicara Fadli Zon (tokoh muda Sumbar), Mestika Zed (Sejarawan UNP), Nina Herlina Lubis (Sejarawan Unpad), dan Ismael Hassan (pelaku sejarah). Hadir pada seminar yang juga diisi dengan lantunan suara Grup Musik Bimbo, dan sajak oleh Taufiq Ismail tersebut, anak-anak Syafruddin Prawiranegara, bupati/wali kota, rektor, saksi sejarah, veteran, guru, dan peminat sejarah( dikutip dari Padang Ekspres)